Tampilkan postingan dengan label info sains. Tampilkan semua postingan
Cacing Tumbuh Normal di Luar Angkasa
By : Unknown![]() |
Add caption |
NIHCaenorhabditis elegans
NOTTINGHAM, KOMPAS.com — Jenis cacingCaenorhabditis elegans beberapa saat lalu dikirim ke luar angkasa sebagai bagian proyek mempelajari efek gravitasi nol pada manusia. Cacing itu dipilih karena memiliki 20.000 gen yang sama serta otot dan sistem saraf yang hampir serupa dengan manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa caing tersebut berhasil survive di luar angkasa, di International Space Station. Tak hanya itu, cacing yang pendek itu juga berhasil memproduksi 24 generasi selama berada di luar angkasa.
Setelah dibekukan dan kembali dibawa ke Bumi untuk diteliti, cacing juga menunjukkan perkembangan normal. Tim Universitas Nottingham, Inggris, yang melakukan penelitian itu juga mengatakan bahwa cacing punya pola makan dan reproduksi normal.
Hasil penelitian ini bisa memberi pencerahan pada ilmuwan tentang efek gravitasi nol pada manusia. Selama ini, kondisi gravitasi nol diduga menyebabkan gangguan pada otot akibat pengurangan level protein myosin yang menguatkannya.
Bagi Dr Nathaniel Szewczyk, pimpinan studi ini, hasil penelitian juga punya nilai lebih. Jika manusia berpikir tentang menghuni Mars, manusia bisa mulai menggunakan cacing ini sebagai kelinci percobaan untuk meneliti efek ketika makhluk hidup Bumi hidup di Mars.
"Sementara ini terdengar seperti fiksi ilmiah. Beberapa ilmuwan yakin bahwa kita nanti bisa menghuni planet lain dan kita perlu melakukannya jika manusia ingin mencegah kepunahan," kata Szewczyk seperti dikutip Daily Mail, Rabu (30/11/2011).
"Karena tingginya biaya misi manusia dan tingginya tingkat kegagalan ketika menjalani misi ke Mars, kami mengusulkan cacing ini sebagai model tes yang murah untuk penelitian dampak biologis perjalanan jauh luar angkasa," imbuh Szewczyk.
Szewczyk memulai eksperimen pada cacing itu pada tahun 2009. Saat itu, ia mengirimkan cacing ke luar angkasa dan membiarkannya hidup selama empat hari. Setelahnya, cacing dibekukan untuk dipelajari ketika dikembalikan ke Bumi
.

Tag :
info sains,
Prasasti Maya Bukan Petunjuk Kiamat
By : Unknown
CHIAPAS, KOMPAS.com — Beberapa waktu lalu, National Institute of Anthropology and History di Meksiko mengumumkan penemuan Prasasti Comalcalco. Prasasti itu memiliki kalender lingkaran, kombinasi posisi hari dan bulan yang berulang tiap 52 tahun. Tanggal yang tertera pada prasasti, diduga 21 Desember 2012, terkait dengan akhir Baktun (periode tiap 394 tahun) ke-13. Angka 13 dianggap sebagai angka keramat dalam kebudayaan Maya.
Beberapa kalangan pun berspekulasi bahwa prasasti itu adalah petunjuk kiamat 2012. Namun, beberapa kalangan lain mengatakan bahwa prasasti tersebut bisa saja merujuk pada kejadian pada masa lalu atau sekadar pergantian era. Prasasti lain yang pernah diduga merujuk pada kiamat 2012 adalah Prasasti Tortuguero.
Menanggapi dugaan tersebut, ilmuwan Jerman, Sven Gronemeyer, mengatakan bahwa Prasasti Comalcalco bukan petunjuk kiamat dalam waktu dekat. Ia mempresentasikan interpretasi teks pada Prasasti Comalcalco pada pertemuan di situs arkeologi Palenque, Chiapas, selatan Meksiko. Interpretasi tersebut menjadi yang pertama untuk Prasasti Comalcalco.
Gronemeyer mengatakan, tanggal pada Prasasti Comalcalco merujuk pada kembalinya Bolon Yokte, dewa perang dan penciptaan, pada akhir Baktun ke-13. Teks yang diukir 1300 tahun lalu di prasasti itu juga merujuk pada akhir siklus ke-5.125 dari kalender panjang Maya yang dimulai sejak 3113 Sebelum Masehi. Teks pada prasasti itu merupakan ramalan penguasa Maya, Bahlam Ajaw.
"Bagi elite di Tortuguero, sangat jelas bahwa mereka harus mempersiapkan tanah untuk kembalinya dewa dan Bahlam Ajaw akan menjadi orang yang bertanggung jawab memimpin upacara penyambutan," kata Gronemeyer seperti dikuti The Guardian, Kamis (1/12/2011).
Lebih lanjut, Gronemeyer yang mengajar di La Trobe University, Australia, menjelaskan, "Tanggal pada prasasti memiliki nilai simbolis sebab merupakan refleksi dari hari penciptaan. Tanggal itu adalah waktu memberikan persembahan untuk dewa, bukan menjadi akhir dari kemanusiaan."
Suku Maya sendiri tidak memiliki pandangan tentang akhir dunia seperti umumnya diyakini oleh manusia zaman sekarang. Maya melihat bahwa dunia merupakan sebuah siklus, di mana satu siklus bisa berakhir dan bermula ke siklus berikutnya
.

Tag :
info sains,
penemuan kura-kura raksasa di ciliwung !
By : UnknownHal ini berdasarkan identifikasi bentuk dan corak pada tubuh dan karapas melalui website Asian Turtle Conservation Network. Southeast Asian narrow-headed softshell turtle (Chitra chitra) masuk dalam keluarga Trionychidae.
Chitra-chitra disebutkan sebagai binatang yang terancam punah. Masuk dalam daftar merah pada Internasional Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List 2006. Dan, dalam daftar Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) Appendix II.
Hewan air tawar ini adalah yang terbesar ukurannya dalam keluarga labi labi. Penyebarannya ditemukan di Indonesia, Thailand, dan Malaysia.
Reptil yang hidup disungai ini termasuk jenis labi labi cangkang lunak dengan ukuran yang besar. Berdasarkan besar karapasnya, ukuran labi labi cangkang lunak terbesar pernah ditemukan di Thailand mencapai panjang 140 cm dan lebar 100 cm. Beratnya mencapai 100 hingga 120 kg. Yang betina biasanya lebih besar daripada jantannya.
Chitra-chitra hidup dengan membenamkan tubuhnya pada dasar sungai yang berlumpur atau berpasir. Leher mereka cenderung cukup panjang dibandingkan ukuran tubuhnya. Dengan leher yang panjang ini, ia sekali-sekali mengabil napas ke permukaan air sementara tetap membenamkan tubuhnya.
Warna karapas dari spesies ini cenderung menyesuaikan dengan pasir atau lumpur dari tempat ia hidup. Hewan ini menganut perilaku "diam dan menunggu" dalam persoalan mencari mangsa untuk dimakan.
Secara umum adalah hewan karnivora yang memakan jenis-jenis kerang, keong air, kepiting, dan ikan. Ia harus berada dalam kondisi terbenam di air agar dapat menelan mangsanya. Saat menangkap ikan yang sedang berenang, ia sontak akan memanjangkan lehernya lalu mengigit ikan dengan mulutnya yang bergigi tajam. Gigitan chitra chitra dewasa yang berukuran besar sangat kuat dan dapat berbahaya. Chitra chitra betina bertelur sebelum musim hujan.
Sarangnya biasanya sedalam 50 - 75 cm, dibuat di pinggir sungai berpasir, atau campuran tanah dan pasir. Sebuah rongga penetasan dapat berisi 60-117 telur. Telurnya berwarna putih, bercangkang keras, dengan diameter sekitar 35 cm. Chitra chitra terancam punah, selain karena banyak habitat hidupnya, khususnya tempat bertelur pada pinggir sungai yang telah berubah oleh pembangunan perkotaan dan polusi.
Selain itu di Asia, labi labi atau bulus pada umumnya banyak diburu sebagai makanan eksotis. Di Cina dan Jepang, bulus atau labi labi berharga tinggi dan dinikmati sebagai sup atau dikukus. Cangkang dan tulangnya juga diburu sebagai obat tradisional.
Di Asia, jenis labi labi bercangkang lunak ukuran besar ini berjalan menuju kepunahan. Indonesia sendiri selama ini dikenal sebagai salah satu pengekspor reptil terbesar di dunia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor reptil hidup pada 2005 sebesar 703.510 kilogram atau senilai USD 1.979.792. Rusaknya habitat hidup hewan ini dan di satu pihak perkembangan populasinya yang lambat. Ditambah sifat dan perilaku hewan ini masih banyak yang belum diketahui.
Maka sangat penting tindakan konservasi dilakukan pada labi labi raksasa yang luar biasa ini. Sumber : Asian Turtle Conservation Network, Turtle Of The World - World Biodiversity Database, dan Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Tag :
info sains,
Mohon bantu kami dengan MENG-KLIK IKLAN di dalam blog ini. terima kasih.